Pengadaan Oksigen Konsentrator di RSUD Sejiran Setason Diduga Bermasalah

Rabu, 11 September 2019 - 22:16 WIB
Pengadaan Oksigen Konsentrator di RSUD Sejiran Setason Diduga Bermasalah
Indikasi pelanggaran pengadaan oksigen konsentrator diduga terjadi di RSUD Sejiran Setason, Muntok, Bangka Barat. Ilustrasi/SINDOnews
A A A
BANGKA - Indikasi pelanggaran pengadaan oksigen konsentrator diduga terjadi di RSUD Sejiran Setason, Muntok, Bangka Barat. Berdasarkan data yang diterima SINDOnews, dalam sebuah perjanjian Kerjasama Operasi (KSO) penyediaan gas medik oksigen antara RSUD Sejiran Setason dengan PT Mutiara Pusaka Sejahtera.

Awalnya pada Februari 2018 jasa penyedia oksigen yakni PT Mutiara Pusaka Sejahtera datang ke RSUD Sejiran Setason untuk melakukan survei tempat.

Dalam suatu rapat beberapa saat kemudian, perjanjian KSO antara PT Mutiara Pusaka Sejahtera dengan RSUD Sejiran Setason dilaporkan ke Sekda Bangka Barat oleh Plt Direktur RSUD Sejiran Setason Yudi Widyansa, dan Kepala Dinas Kesehatan Bangka Barat.

Isi perjanjian KSO penyediaan gas medik oksigen antara RSUD Sejiran Setason dengan PT Mutiara Pusaka Sejahtera tersebut diikat dalam kontrak:

No. Pihak Pertama : 01/08/KSO-MPS/2017

No. Pihak Kedua : 800/291/1.02.02/2017

Kedua belah Pihak sepakat melakukan teken kontrak MoU KSO ditandatangani pada Mei 2018, dan mulai dilakukan pembayaran terhitung bulan Mei 2018.

Sementara pada Juli 2018, dilakukan konsultasi ke Kemendagri. Hasilnya rekomendasi dilakukan Lelang Ulang atau dibuat SK Bupati tentang kewenangan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), dalam menunjuk langsung si penyedia jasa oksigen. Tapi, hal tersebut diduga tidak pernah dilakukan oleh pihak RSUD Sejiran Setason.

Dalam hal ini, pembayaran dilakukan membuat kontrak perbulan dengan nominal Rp198.911.972 yang dilakukan atas pemakaian Fix 3.600.000 liter. Padahal pemakaian di RSUD Sejiran Setason dari hasil print out tidak sampai 3.600.000 liter.

KSO itu sendiri berlangsung selama 7 bulan dari Mei 2018 sampai November 2018. Perjanjian KSO penyediaan gas medik oksigen dibuat dan ditandatangani di Kota Muntok, pada 4 Agustus 2017 (dibuat tanggal mundur oleh kedua belah pihak).

Isi perjanjian KSO tersebut Pihak Pertama dan Pihak Kedua sama-sama menyatakan bahwa:

Pihak Pertama membutuhkan mesin oksigen, beserta perangkat pendukungnya seperti mesin pengisi oksigen bertekanan tinggi dan instalasi pipa gas medik oksigen untuk pelayanan kesehatan di RSUD Sejiran Setason.

Sedangkan Pihak Kedua memiliki mesin medik oksigen tersebut berasal dari Amerika Serikat (AS). Lalu, kedua Para Pihak sepakat menjalin KSO penyediaan oksigen untuk pelayanan kesehatan di RSUD Sejiran Setason.

Berdasarkan hal-hal di atas, Para Pihak sepakat untuk mengikatkan diri yang tertuang dalam Pasal 1 - Pasal 22. Salah satunya yaitu Pasal 10 Harga Kerjasama Operasi (KSO). Pasal 10 ini berbunyi:

Ayat pertama, penetapan harga satuan gas medik sesuai dengan perhitungan lampiran KSO gas medis kontrak selama 5 tahun, oksigen generator oxyplant 82 lines dan instalasi gas medis di RSUD Sejiran Setason.

Ayat kedua, Pihak Pertama wajib melakukan pembayaran (termasuk PPN) sesuai Pasal 11 Perjanjian kepada Pihak Kedua berdasarkan jumlah kuota pemakaian oksigen sebesar 3.600.000 liter perbulan ekuivalen dengan biaya Rp198 jutaan.

Namun, kontrak 5 tahun yang seharusnya dibuat dalam kontrak setahun anggaran. Ternyata dipecah lagi pembayarannya dalam sebulan-sebulan anggaran dan nominalnya ditampilkan seolah-olah pengadaan oksigen tersebut, dapat dilakukan dengan metode penunjukkan langsung karena nominalnya di bawah Rp200 juta.

Bahkan, penunjukkan langsung pada pengadaan oksigen konsentrator di RSUD Sejiran Setason juga melanggar aturan pelelangan yang ditetapkan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Sehingga, membuat pihak RSUD membayar lebih mahal daripada oksigen yang biasa digunakan RSUD lainnya di Babel.

Diperparah lagi, bahwa pada kontrak pengadaan oksigen ini berdasarkan pemakaian Fix. Artinya, walau pemakaian aktual tidak sebesar dalam kontrak, pihak RSUD tetap harus membayar Fix senilai Rp 198 juta. Dari beberapa fakta ini, diduga telah terjadi pelanggaran "korupsi" pada pengadaan oksigen konsentrator di RSUD Sejiran Setason.

Sebagaimana diketahui masing-masing Pihak sepakat mengikatkan diri terhadap seluruh syarat dan ketentuan dalam Perjanjian KSO, dengan ditandatanganinya perjanjian oleh perwakilannya yang berwenang pada tanggal tersebut dalam rangkap 2 (dua) sebagai asli.

Bermaterai cukup, mempunyai kekuatan hukum dan pembuktian yang sama bagi masing-masing Pihak yaitu:

Plt Direktur RSUD Sejiran Setason Yudi Widyansa, Presiden Direktur PT Mutiara Pusaka Sejahtera Rifki Hakim. Uniknya, karena tidak lazim, pada penekenan kontrak antara kedua belah Pihak di atas juga ditandatangani oleh Saksi Sekda Bangka Barat.

Alhasil, carut marut situasi pelaksanaan pengadaan oksigen di RSUD Sejiran Setason, telah membuat Plt Direktur RSUD Sejiran Setason drg. Yudi Wijaya yang baru menjabat empat (4) bulan mengundurkan diri.

Dikarenakan dirinya tidak berani menanggung resiko atas dugaan permasalahan pengadaan KSO oksigen di RSUD Sejiran Setason.

Dikesempatan lain saat dihubungi oleh awak media drg Yudi Wijaya membenarkan soal pengunduran dirinya.

"Iya, benar sekali saya mengundurkan diri dari jabatan Direktur RSUD Sejiran Setason. Sebelumnya, saya perlu klarifikasi mengingat nama saya dan nama Plt. Direktur sebelum saya sangat mirip sekali, supaya tidak salah. Nama lengkap saya Yudi Wijaya. Saya direktur definitif, dilantik pada 8 April 2019. Plt Direktur sebelumnya Yudi Widyansyah," ujarnya, Rabu (11/9/2019).

Menurut Yudi perlu diketahui dari awal sebenarnya saya menolak diangkat sebagai direktur RSUD. Karena saya merasa tidak kompeten, dan tidak kapabel untuk memimpin RS dengan segala permasalahannya.

"Permasahan RSUD Sejiran Setason sangatlah kompleks, baik masalah eksternal maupun internal. Untuk mengatasinya, saya rasa dibutuhkan manajerial di atas rata-rata," tuturnya.

Namun, lanjut Yudi Wijaya dirinya coba menjalankan amanah yang diberikan Bupati dan setelah 4 bulan lebih menjabat, dia melihat permasalahannya begitu besar.

"Dan saya khawatir tidak bisa mendukung visi Bupati dan tidak bisa memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat Bangka Barat, jadi sebaiknya saya mundur dari jabatan ini," ungkapnya.

Saat disinggung perihal dugaan adanya pelanggaran "korupsi" terhadap perjanjian KSO pengadaan oksigen di RSUD Sejiran Setason, Yudi enggan berkomentar. "Maaf, soal itu saya belum bisa komentar," ucap dia.

Sejatinya, pascapengunduran diri sebagai Direktur RSUD Sejiran Setason. Dia juga menyampaikan akan tetap berkarya dan mengabdi kepada masyarakat.

"Ke depan saya tetap di jabatan fungsional saya, dan saya berkarya dan mengabdi sesuai kemampuan dan bidang keilmuan saya sebagai dokter Spesialis bedah mulut, dan maksilofasial baik di Bangka Barat maupun di RSUD Provinsi," pungkas Yudi Wijaya.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.3734 seconds (0.1#10.140)