Rencana Penggabungan Kemendag-Kemenlu Dinilai Munculkan Masalah Baru

Selasa, 08 Oktober 2019 - 12:16 WIB
Rencana Penggabungan Kemendag-Kemenlu Dinilai Munculkan Masalah Baru
Rencana Presiden Jokowi yang bakal melebur Kemendag dengan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) untuk meningkatkan investasi dan ekspor kini mengemuka. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Rencana Presiden Jokowi melebur Kementerian Perdagangan (Kemendag) dengan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) untuk meningkatkan investasi dan ekspor kini mengemuka.

Namun, penggabungan dua kementerian beda karakteristik itu, antara diplomasi yang dilakukan Kemenlu dengan negosiasi dagang dilakukan Kemendag pasti tidaklah mudah.

Sejumlah pihak menilai hal itu bakal sulit diwujudkan, lebih banyak tak berfaedahnya ketimbang manfaatnya. Diyakini, penggabungan malah bisa bikin banyak masalah serta membuat pusing menteri dan presiden.

Politisi Golkar Bobby Adhityo Rizaldi menilai akan sangat sulit melebur dua kementerian itu. Apalagi, tidak semua orientasi Kemendag berurusan dengan luar negari.

"Bila meleburkan kementerian luar negeri dengan seluruh fungsi kementerian perdagangan, saya rasa sulit karena tidak semua fungsi kementrian perdagangan itu berorientasi luar negeri. Banyak yang berorientasi dalam negeri seperti penguatan perdagangan dalam negeri, standardisasi, pemberdayaan konsumen dalam negeri dan lainnya," kata mantan anggota Komisi I DPR lalu yang kini terpilih kembali itu kepada wartawan, Senin (10/7/2019).

Di kesempatan lain, Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia Prof Hikmahanto Juwana meminta wacana penggabungan Kementerian Perdagangan dan Kementerian Luar Negeri harus dikaji secara mendalam.

Ia menduga wacana tersebut muncul karena pemerintah meniru Australia yang menjadikan Departemen Luar Negeri dan Departemen Perdagangan mereka menjadi satu.

"Kemungkinan ini mau meniru di Australia, di sana ada Department Curent Afair and Trade, dugaan saya seperti itu. Namun perlu diketahui, bahwa ide Australia itu adalah sebagai negara yang bertumpu pada diplomasi ekonomi, maka penggabungan dua departemen itu jadi relevan," ujarnya.

Hikmahanto mengingatkan, urusan kebijakan luar negeri, tidak hanya soal ekonomi namun juga politik, pertahanan dan lainnya.

Jika Indonesia ingin menjadikan semua kebijakan luar negeri termasuk eskpor impor menjadi satu tangan, kata dia, maka penggabungan bisa saja dilakukan.

"Namun yang pasti agak repot kalau pemerintah kita lakukan itu. Saya belum tahu bagaimana strukturnya nanti, tetapi tidak semua Direktorat Jenderal di Kemendag bisa masuk ke Kemenlu. Ini akan menjadi beban bagi siapapun yang memimpin (Menterinya)," ujarnya.

Hikmahanto berpendapat, ada beberapa masalah teknis di Perdagangan yang di luar kemampuan Kemenlu sehingga perlu kajian mendalam.

Terlebih jika menteri luar negerinya, misalnya seorang diplomat yang kurang paham kebijakan perdagangan.

"Kalau benar nanti disatukan, pasti ada Dirjen yang harus dipindah dari Kemendag ke kementerian lain, misalnya, Koperasi dan UMKM. Lalu bicara ekspor impor juga, produk impor seperti ayam, daging, hingga sayur dan buah itu kan juga melibatkan Kementerian Pertanian, bagaimana produk impor tidak mengganggu petani dan peternak lokal. Jadi ada fungsi-fungsi teknis yang tidak bisa masuk ke Kemenlu," tuturnya.

Ia juga memprediksi implementasi penggabungan harus diantisipasi bukan hanya 1-2 tahun masa transisi, tetapi bisa berefek jangka panjang.

Di hubungi terpisah, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai bahwa wacana penggabungan Kemenlu dengan Kemendag bukan sebagai solusi untuk memperbaiki perekonomian.

"Masalah perdagangan ini kan masalah lintas sektoral, belum tentu jika digabungkan akan berdampak kepada kerja perkonomian, ekspor khususnya. Belum akan terlihat dalam jangka waktu pendek. Apalagi tahun depan diprediksi akan terjadi resesi ekonomi global," ungkap Bhima.

Justru sebaliknya, jika hal itu dilakukan, diprediksi akan menimbulkan permasalahan baru, yakni pada kinerja para ASN.

Pasalnya, dua kementerian tersebut memiliki tupoksi yang berbeda. Dimana Kemenlu lebih kepada urusan diplomasi, sementara Kemedag terkait dengan perekonomian ekspor impor.

Sementara itu, Pengamat Politik Internasional Arya Sandhiyudha melihat, esensinya penggabungan itu bukan pada nomenklatur, tetapi penguatan fungsi struktural di dalam Kemenlu dan peningkatan capaian kinerja Kemenlu.

Menurutnya, wacana ini juga sinyal untuk DPR RI, Komisi I utamanya perlu mengawasi dan mendukung agenda Kemlu.

"Saya kira bukan peleburan dua Kementrian itu maksudnya, tetapi penguatan fungsi diplomasi ekonomi di Kemenlu. Jadi untuk agenda perdagangan luar negeri nanti leading sector nya Kemenlu untuk memudahkan garis koordinasi," katanya.
(boy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.8417 seconds (0.1#10.140)