Wacana Pemutaran Lagu di Traffic Light Kota Depok Dinilai Aneh

Kamis, 18 Juli 2019 - 11:59 WIB
Wacana Pemutaran Lagu di Traffic Light Kota Depok Dinilai Aneh
Ilustrasi arus lalu-lintas di kota Depok. dok
A A A
DEPOK - Wacana pemutaran lagu di lampu lalu lintas (traffic light) Kota Depok agar pengendara tertib berlalu lintas dinilai kurang tepat.

Pasalnya, traffic light sudah didesain secara standar internasional yang berlaku sebagai marka jalan dan aturan yang harus dipatuhi. "Pertama tujuannya apa dulu, agar pengendara itu patuh. Kalau menurut saya itu kreatif, tapi kalau birokrasi di manapun itu segala sesuatunya sudah teruji. Sebenarnya jalan itu di semua negara tidak perlu diedukasi, traffic light itu sudah mengatur artinya standard dunia," kata Pengamat Kebijakan Publik Universitas Indonesia (UI), Lisman Manurung di Depok, Rabu (17/7/2019).

Dia menegaskan, traffic light fungsi dasarnya adalah mengatur dan memberi beban kepada siapapun agar tidak melanggar. "Jadi tidak ada urusan dengan maksud baik atau buruk dia mengatur ketertiban perjalanan. Dibelahan negara lain kan enggak ada, semuanya standard. Maksud saya, lampu merah itu sudah sistem digunakan untuk mengatur alur lalu lintas. Semua sudah dipatenkan, kalaupun bakalan ada suarakan untuk orang buta," ucapnya.

Wacana tersebut, kata dia, harus dikaji lebih dalam, termasuk mengkaji dampak lain. Misalnya saja, jangan sampai orang terlena mendengar lagu tersebut di traffic light lalu kemudian justru tertabrak pengendara lain. "Yang repot andaikan orang berhenti karena menikmati fasilitas tersebut. Jadi jangan bikin yang aneh," katanya.

Menurut Lisman, kalau memang mau ada terobosan penambahan suara makan seharusnya yang berkaitan dengan fungsi traffic light. Misal,kata dia, adanya suara diperuntukkan bagi pengendara dengan keterbatasan. "Kalau ada bunyian enggak masalah tapi difungsikan dengan baik. Contoh untuk yang buta gimana, kalau kebijakan nyanyian tersebut diikuti tanpa distabilkan dengan fasilitas," ucapnya.

Menurutnya, wacana tersebut dinilai kurang tepat. Fokus pada pelayanan publik kata dia harus disinkronkan dengan aturan. "Jadi kita harus lihat filosofinya apa, kalau lampu merah ya merah saja. Jadi kita tidak menolak kreasi tapi berisiko tinggi. Coba saya ingin dengar lebih lama ternyata lampu sudah hijau. Ada baiknya diganti dengan warning atau dengan bunyi yang sederhana," pungkasnya.
(boy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.5552 seconds (0.1#10.140)