Karhutla Sebabkan Nilai Ekspor Sumsel Turun

Jum'at, 15 November 2019 - 11:03 WIB
Karhutla Sebabkan Nilai Ekspor Sumsel Turun
Karhutla Sebabkan Nilai Ekspor Sumsel Turun. Foto/SINDOnews/Dede Feb
A A A
PALEMBANG - Perdagangan luar negeri memiliki peranan yang penting dalam perekonomian dan pembangunan. Kegiatan perdagangan luar negeri, terutama ekspor merupakan salah satu sumber terbesar bagi penerimaan devisa.

Dengan devisa tersebut negara/daerah dapat membeli barang-barang impor yang dibutuhkan untuk konsumsi dan menunjang sektor industri. Gambaran perkembangan ekspor Provinsi Sumsel mengalami fluktuasi dari bulan ke bulan.

Ekspor di Sumsel pada tiga bulan terakhir terus mengalami penurunan, September 2019 nilai ekspor di Sumsel turun hingga 16,87% atau lebih tinggi dari penurunan ekspor nasional yang diangka 1,29%. Dengan ekspor masih didominasi dari sektor non migas sebesar 90%.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sumsel Endang menyebutkan, Penurunan Ekspor di Sumsel juga sisebabkan oleh Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) yang terjadi dalam 3 bulan terakhir.

"Dampak karhutla, nilai ekspor Sumsel menurun. Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di sebagian wilayah Sumsel berdampak pada penurunan nilai ekspor di Sumsel, tercatat pada bulan September nilai ekspor Sumsel sebesar USD 278,09 juta atau menurun dibandingkan Agustus yang mencapai USD 334,54 juta," ujar Endang, Jumat (15/11/2029).

Penurunan ekspor, lanjutnya, disebabkan menurunnya beberapa komoditas non migas yang memiliki share terbesar seperti karet dan barang dari Karet (34,52 %) menurun sebesar 14,89%, bubur kayu (31,22 %) menurun sebesar 12,75 %, dan bahan bakar mineral (share 15,21%) menurun sebesar 41,83 %.

"Serta menurunnya komoditas migas (share 8,94 %) menurun sebesar 19 %," jelasnya.

Harga karet yang belum membaik, kata Endang, dikarenakan kelebihan suplai dipasar ekspor, mengingat terdapat sejumlah negara baru yang menjadi eksportir karet.

"Sebelumnya produksi karet alam dunia hanya berasal dari enam negara penghasil karet alam yaitu Thailand, Indonesia, Vietnam, India, China, dan Malaysia dengan pangsa pasar 85,1 persen. Kemudian, negara produsen baru muncul belakangan seperti Myanmar, Laos, dan Kamboja," jelasnya.
(boy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.8409 seconds (0.1#10.140)