Merasa Bersalah Bohongi Publik Selama 13 Tahun, 2 Penyiar TV Iran Mundur

Selasa, 14 Januari 2020 - 11:18 WIB
Merasa Bersalah Bohongi Publik Selama 13 Tahun, 2 Penyiar TV Iran Mundur
Para warga Iran memprotes pemerintah yang dianggap berbohong dalam tragedi penembakan pesawat komersial Ukraina yang tewaskan 176 orang. Foto/REUTERS
A A A
TEHERAN - Dua penyiar stasiun televisi pemerintah Iran mengundurkan diri dari pekerjaan mereka. Keputusan tersebut menyusul insiden penembakan pesawat komersial Ukraina oleh rudal Teheran yang menewaskan 176 orang. Salah satu jurnalis menyampaikan permintaan maaf dengan mengaku menyampaikan hal bohong selama 13 tahun.

Laporan pengunduran diri jurnalis itu muncul ketika rezim Teheran bergulat dengan dampak dari protes publik yang marah karena pemerintah dianggap menutup-nutupi penyebab tragedi pesawat Ukraine International Airlines PS752. Militer Teheran mengakui tidak sengaja menembak jatuh pesawat itu dalam situasi terintimidasi Amerika Serikat (AS).

Kedua jurnalis yang mengundurkan diri dari televisi pemerintah itu bernama Gelare Jabbari dan Zahra Khatami. Gelare Jabbari mem-posting permintaan maaf di Instagram, namun telah dihapus. "Sangat sulit bagi saya untuk percaya bahwa orang-orang kami telah terbunuh," bunyi posting tersebut yang dilansir The Guardian, Selasa (14/1/2020).

"Maafkan saya bahwa saya harus mengetahui hal ini terlambat. Dan maafkan saya selama 13 tahun yang saya katakan bohong," lanjut posting jurnalis tersebut. Dua penyiar berita di Islamic Republic of Iran Broadcasting (IRIB) tersebut berterima kasih kepada para pendukung mereka dalam pernyataan terpisah.

"Terima kasih telah menerima saya sebagai penyiar sampai hari ini," kata Zahra Khatami. "Saya tidak akan pernah kembali ke televisi. Maafkan saya," ujarnya. Jurnalis lainnya, Saba Rad, mengaku juga akan meninggalkan profesi jurnalistik setelah dia menjalaninya selama 21 tahun.

“Terima kasih atas dukungan Anda dalam semua tahun karier saya," katanya. "Saya mengumumkan bahwa setelah 21 tahun bekerja di radio dan televisi, saya tidak dapat melanjutkan pekerjaan saya di media. Saya tidak bisa."

Pengunduran diri para jurnalis itu terjadi ketika publik Iran kembali turun ke jalan dalam protes anti-pemerintah sejak hari Senin. Banyak yang menyerukan pemecatan para pemimpin pemerintah setelah penembakan pesawat penumpang Ukraina.

Pemerintah Iran awalnya membantah bahwa militernya menembak jatuh pesawat komersial itu. Namun, pada akhirnya militer mengaku menjatuhkan pesawat itu dalam penembakan tak disengeja beberapa jam setelah serangan sekitar 22 rudal balistik Iran ke pangkalan-pangkalan di Irak yang digunakan pasukan AS.

Serangan misil Iran diklaim sebagai awal dari balas dendam atas pembunuhan komandan Pasukan Quds Iran, Jenderal Qassem Soleimani, oleh dalam serangan udara AS di Baghdad. Pengunduran diri para jurnalis itu terjadi setelah beberapa warga Iran memiliki pandangan yang tidak baik terhadap media yang dikontrol ketat oleh rezim Teheran.

Asosiasi Jurnalis Iran yang bermarkas di Teheran mengatakan masyarakat telah menyaksikan "kuburan atas kepercayaan publik". Ghanbar Naderi, seorang komentator di Press TV milik pemerintah Iran, mengatakan kebohongan rezim tentang tragedi pesawat Ukraina telah mengikis kepercayaan publik.

"Jutaan dan jutaan orang turun ke jalan setelah pembunuhan Qassem Suleimani," kata Naderi kepada BBC Radio Today. "Itu adalah saat persatuan yang jarang terjadi tetapi IRGC gagal. Sebagai seorang jurnalis, Anda harus bisa tidur di malam hari. Saya tidak akan pernah menjauhkan diri dari kebenaran. Ini negara yang hebat. Itu telah membuat banyak kesalahan yang tidak bisa diterima. Jika IRGC menembak jatuh pesawat sipil, saya tidak punya pilihan selain mengutuknya," katanya.

Dalam sebuah pernyataan, Asosiasi Jurnalis Iran mengatakan outlet media milik negara telah kehilangan kepercayaan publik setelah menerbitkan informasi palsu. "Kami berbohong paling keras ketika kami membohongi diri kami sendiri; dan pegawai televisi pemerintah Republik Islam Iran mengakui bahwa kredibilitas mereka telah hilang," kata kelompok itu.

"Tidak menyadari bahwa kredibilitas media ini dan sebagian besar media domestik sudah lama menghilang," imbuh asosiasi tersebut. "Perlu dicatat, bagaimanapun, bahwa outlet media lain keberatan dengan situasi tersebut, tetapi televisi pemerintah Republik Islam Iran lebih menyukainya," lanjut pernyataan asosiasi itu.

"Insiden ini menunjukkan bahwa orang tidak dapat mempercayai data resmi dan wartawan harus mencoba untuk mengisi celah ini sebanyak mungkin." Reporters Without Borders menempatkan Iran sebagai salah satu negara paling represif bagi jurnalis. Menurut organisasi ini, negara Iran mengontrol media tanpa henti dan setidaknya 860 wartawan telah dipenjara atau dieksekusi sejak Revolusi Islam 1979.

“Jurnalis independen, jurnalis warga negara, dan media independen terus-menerus mengalami intimidasi, penangkapan sewenang-wenang, dan hukuman penjara yang lama yang dijatuhkan oleh pengadilan revolusioner pada akhir persidangan yang tidak adil,” kata organisasi itu.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.5219 seconds (0.1#10.140)