Kepala Manyung Bu Fat Generasi Ketiga Hadir di Jakarta

Kamis, 16 Januari 2020 - 17:31 WIB
Kepala Manyung Bu Fat Generasi Ketiga Hadir di Jakarta
Banik Yoandanny, cucu dari almarhum Ibu Fatimah (Bu Fat), penemu resep kepala manyung khas Semarang. Foto/Muh Iqbal M/SINDOnews.
A A A
Pedas mantul menyegarkan! Begitulah rasa dari Kepala Manyung Bu Fat. Sejak hadir di tahun 1969, kuliner Semarang legendaris ala Bu Fat itu hanya bisa dinikmati di empat rumah makan atau restoran. "Demi menjaga otentik rasa, kami tidak me-waralaba-kan merek Kepala Manyung Bu Fat kepada orang lain," ungkap Banik Yoandanny, cucu dari almarhum Ibu Fatimah (Bu Fat), penemu resep kepala manyung.

Awalnya rumah makan Kepala Manyung Bu Fat hanya disajikan di halaman rumah. Itu pun beralas tikar. Rasanya yang pedas khas, membuat banyak konsumen yang berdatangan. "Empat rumah makan Kepala Manyung Bu Fat yang dimaksud adalah di Jalan Ariloka dan Jalan Sukun Raya, Banyumanik, Kota Semarang, Jawa Tengah. Dua lagi di Jakarta, yaitu di kawasan Cempaka Putih dan Cinere Raya," sebut Banik.

Dikatakannya, dua cabang di Jakarta dikelola oleh dirinya dan suami. Banik sendiri generasi ketiga dari Bu Fat. "Bu Fat wafat pada 1999, sejak saat itu rumah makan Kepala Manyung Bu Fat di Semarang dikelola tante. Tahun lalu saya dan suami memutuskan untuk membawa Kepala Manyung Bu Fat ke Jakarta. Yang di Cempaka Putih bulan Maret dan yang di Cinere dibuka November," tutur Banik.

Ditanya alasan membuka cabang di Jakarta, jebolan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom Bandung itu menjelaskan, banyak penyuka kuliner kepala manyung Bu Fat asal Jakarta yang menanyakan kapan membuka rumah makan yang sama di Jakarta. Sehingga mereka tak perlu jauh-jauh terbang ke Semarang untuk merasakan sensasi pedas dan lezatnya kepala manyung olahan otentik Bu Fat.

“Tapi waktu pertama kali buka, konsumen protes…rasanya sangat pedas, lidahnya terasa terbakar. Padahal ikannya enak, sehingga mereka kurang menikmatinya. Jadi kami memutuskan untuk mengurangi rasa pedas aslinya dari Semarang. Tapi kami tidak mempunyai level pedas, untuk tetap menjaga keaslian rasanya,” ungkap Banik.

Bicara rasa, Banik tak mau main-main. Dua restoran yang dikelolanya selalu menjaga cita rasa asli khas Kepala Manyung Bu Fat. Ikannya harus benar-benar manyung, tak bisa diganti yang lain.

“Ikannya dicari dibanyak tempat. Ada yang dari Papua, Indramayu, dan lainya. Sekarang lagi masa paceklik ikan manyung, sulit didapat karena sudah dibukan keran ekspornya ke luar negeri. Ada bagian dari ikan manyung yang dipakai untuk membuat benang operasi di China,” papar Banik.

Kalau ikannya langka, maka otomatis harganya naik. “Kami tetap sediakan walaupun harga bahannya mahal. Dalam bisa menghabiskan 80-100 kepala ikan manyung, itu hanya di satu tempat makan saja,” ucapnya. Supaya rasanya sama antara restoran yang satu dengan lainnya, maka restoran hanya tempat mengolah bahan jadi saja. Sementara pengasapan ikan didatangkan dari pusatnya di Semarang dan bumbu rahasianya diolah di Cijantung, Jakarta.

“Ikannya harus diasapi, itu pun lamanya harus sesuai karena kalau terlalu lama akan bau asap. Setelah itu di-vacumm dan dikirimkan ke Jakarta,” bebernya. Untuk rumah makan di Jakarta diakui Banik harganya lebih mahal ketimbang di Semarang. Ini disebabkan ongkos produksinya yang memang lebih mahal.

“Di Jakarta ada tiga pilihan ukuran kepala manyung.Untuk yang ukuran kecil dan bisa dikonsumsi satu orang Rp110.000, ukuran sedang bisa dimakan 2-3 orang harganya Rp165.000, ukuran jumbo atau besar 3-4 orang harganya Rp200.000, dan superjumbo Rp300.000,” sebut Banik. Selain menu utama itu, Banik juga menyediakan makanan pelengkap yang bisa dijadikan teman kepala manyung. Antara lain, daun papaya, sayur lodeh, pete, jengkol, tempe mendoan dan lainnya.

Tempatnya yang strategis juga membuat restoran Kepala Manyung Bu Fat bisa dijadikan tempat kongkow bagi pebisnis, keluarga, bahkan kaum milenial. “Di sini terbuka untuk siapapun datang, bisa kongkow di sini karena cocok juga untuk ngopi. Terutama di cabang Jalan Cinere Raya No 8, Jakarta Selatan,” pungkasnya.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.1448 seconds (0.1#10.140)