Pertama dalam 8 Tahun, Ayatollah Khameini Jadi Imam Shalat Jumat

Jum'at, 17 Januari 2020 - 08:02 WIB
Pertama dalam 8 Tahun, Ayatollah Khameini Jadi Imam Shalat Jumat
Ayatollah Ali Khamenei akan menjadi imam shalat Jumat untuk pertama kalinya dalam delapan tahun terakhir. Foto/Istimewa
A A A
TEHERAN - Pemimpin spiritual tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, akan mengambil langkah luar biasa dengan menjadi imam shalat Jumat di Teheran minggu ini. Demikian laporan sejumlah media di negara itu.

Ini menjadi pertama kalinya dalam delapan tahun terakhir pemegang otoritas keagamaan dan politik di Iran itu akan memberikan khotbah mingguan secara langsung, daripada menyerahkannya kepada seorang ulama yang dipercayainya.

Di tengah tekanan internasional dan domestik, kesempatan ini akan memungkinkan pemimpin tertinggi berusia 80 tahun itu untuk mempresentasikan posisinya kepada warga Iran.

"Memimpin shalat Jumat di Ibu Kota adalah tindakan simbolis signifikan yang biasanya dicadangkan untuk saat-saat ketika otoritas tertinggi Republik Islam itu ingin menyampaikan pesan penting kepada orang-orang," Mehdi Khaliaji, seorang pengamat di Institut Washington, seperti dikutip dari The Washington Post, Jumat (17/1/2020).

Meskipun Iran sedang bersitegang dengan Amerika Serikat (AS) setelah pembunuhan Mayor Jenderal Qasem Soleimani, kemarahan global atas penembakan pesawat jet penumpang Ukraina dan protes jalanan di mana ratusan orang mungkin terbunuh, khotbah langka Khamenei sebelumnya menunjukkan bahwa dia tidak mungkin menggunakan momen itu sebagai kesempatan untuk mundur.

Di masa lalu, khotbah Khamenei selalu dipenuhi dengan retorika garis keras. Berikut sejumlah khotbah yang dilakukannya di masa lalu.

Setelah aksi protes pada 2009

Setelah pemilihan umum yang disengketakan pada 12 Juni 2009, warga Iran turun ke jalan dalam sejumlah aksi terbesar sejak Revolusi Islam pada 1979. Menghadapi tekanan untuk reformasi yang belum pernah terjadi sebelumnya, Khamenei memilih untuk keluar dari balik layar dan menyampaikan doa Jumat.

Pemimpin spiritual tertinggi itu memberi pidato panjang beberapa hari setelah pemilu pada bulan Juni. Tetapi ia menawarkan sedikit dukungan untuk para demonstran dan tidak ada tanda kompromi. Sebaliknya, ia membidik para pemimpin oposisi, memberi tahu mereka bahwa "melenturkan otot-otot di jalanan" adalah "tidak benar."

Protes berakhir dengan pertumpahan darah, dengan oposisi mengklaim bahwa sejumlah orang telah terbunuh dan ratusan ditangkap. Namun berbulan-bulan kemudian, Khamenei memberikan khotbah lain di mana ia mengatakan bahwa pasukan keamanan Iran dapat membalas lebih keras.

"Menolak sistem dan mengeluarkan pedang terhadap sistem akan diikuti oleh respons yang keras," tegasnya pada bulan September 2009. Aksi protes itu gagal menggulingkan presiden garis keras Iran, Mahmoud Ahmadinejad, yang tetap berkuasa hingga Agustus 2013.

Tetapi aksi demonstrasi di jalan pada masa itu adalah beberapa yang terbesar terlihat di Iran sampai November lalu, ketika kelompok hak asasi manusia memperkirakan ratusan orang meninggal setelah pemerintah menindak demonstrasi massa di seluruh negeri.

Saat Arab Spring

Meskipun Khamenei menentang aksi protes di negaranya sendiri, ia menyambut Arab Spring yang mengguncang Timur Tengah pada 2011. Berbicara pada khotbah Jumat di bulan Februari 2011, ia berbicara tentang "gerakan pembebasan Islam" di seluruh dunia Arab.

"Kebangkitan rakyat adalah perang antara dua kehendak, kehendak rakyat dan kehendak musuh rakyat," kata Khamenei."Tentara Mesir harus berpihak pada rakyat dan memfokuskan pandangannya pada musuh Zionis," tambahnya, menurut Reuters.

Tapi ia memperingatkan pengaruh Barat. "Mereka mencoba untuk mengganti satu mata-mata dengan yang lainnya. Mereka mencoba memusatkan perhatian pada wajah-wajah tertentu untuk memaksakan aturan mata-mata pada Anda. Jangan menerima apa pun yang kurang dari rezim rakyat independen yang percaya pada Islam,” katanya.

Di bawah sanksi AS

Waktu terbaru Khamenei berkhotbah pada salat Jumat adalah pada 3 Februari 2012, ketika Iran menghadapi tekanan ekonomi yang meningkat dari sanksi pemerintahan Obama yang dirancang untuk memblokir program nuklir Iran. "Kemajuan teknologi nuklir telah menjadi terkenal dan semua orang di dalam dan di luar negeri telah memusatkan perhatiannya pada teknologi nuklir kami," katanya.

Mengkritik pengaruh AS dan Israel, yang ia sebut rezim Zionis dan digambarkan sebagai tumor kanker di wilayah Timur Tengah, Khamenei mengatakan bahwa sanksi pada akhirnya memperkuat Iran dengan memaksanya untuk mengandalkan kemajuan ilmiah dan ekonomi sendiri.

Pemimpin Spiritual Iran itu melanjutkan dengan mengatakan bahwa keputusan Presiden Barack Obama untuk menarik pasukan AS keluar dari Irak menunjukkan bahwa pengaruhnya akan segera berakhir.

"Seperti yang terjadi, beberapa intelektual barat mengatakan beberapa hari yang lalu bahwa hari ini situasi Amerika dan barat seperti situasi Uni Soviet pada akhir 1980-an, yang mengakibatkan keruntuhannya," katanya.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.1368 seconds (0.1#10.140)