Fungsi Dewas KPK, Ray Rangkuti: Keberadaannya Antara Ada dan Tiada

Jum'at, 07 Februari 2020 - 18:38 WIB
Fungsi Dewas KPK, Ray Rangkuti: Keberadaannya Antara Ada dan Tiada
Direktur Eksekutif LIMA, Ray Rangkuti menyatakan, seperti telah diduga sejak awal, lembaga pengawas semisal Dewan Pengawas KPK tak akan banyak berfungsi. (Foto/Eko Purwanto/SINDOphoto)
A A A
JAKARTA - Direktur Eksekutif LIMA, Ray Rangkuti menyatakan, seperti telah diduga sejak awal, lembaga pengawas semisal Dewan Pengawas (Dewas) KPK tidak akan banyak berfungsi dalam rangka menegakkan etik lembaga negara, dalam hal ini KPK.

"Dewas KPK pada akhirnya, hanya akan mengulangi kisah perih badan pengawas lembaga negara, yang keberadaannya antara ada dan tiada," tutur Ray kepada SINDOnews, Jumat (7/2/2020).

Kata Ray, keberadaan Dewas alih-alih membantu menegakan etik Komisioner KPK, bahkan ujungnya hanya berfungsi jika mungkin elite kekuasaan yang mendorongnya. Hal itu bisa dilihat dari sikap Dewas KPK dalam satu bulan terakhir ini.

"Telah berlalu berbagai peristiwa di mana tindakan Komisioner KPK disoroti secara negatif oleh publik, tapi Dewas KPK seperti tidak berminat untuk mempelajari duduk perkaranya," ujarnya.

"Mereka diam membisu dan membiarkan polemik itu terjadi begitu saja. Padahal nama lembaga mereka adalah Dewan Pengawas yang artinya lebih luas makna dan cakupannya dari sekadar dewan etik," imbuh dia. Menurut Ray, sebagai Dewas sejatinya mereka dapat memanggil sendiri komisioner KPK jika melakukan tindakan yang menjadi bahan perbincangan negatif di masyarakat.

Sebut saja soal lamanya penangkapan buronan Harun Masiku, seremoni penerimaan ketua KPK oleh kepala daerah, adanya silang pendapat antara komisioner KPK dengan Dewas sendiri terkait izin melakukan penggeledahan di kantor partai. Terakhir jelas Ray, adalah soal polemik pengembalian penyidik KPK dari unsur Polisi bernama Kompol Rosa.

"Ketua KPK menyebut dikembalikan, tapi pihak polisi menyebut telah membatalkan penarikan Kompol Rosa kembali ke polisi. Artinya sampai hari ini, status Kompol Rosa tidak menentu. Apalagi ditengarai Kompol Rosa belum menerima gaji dari KPK. Jelas ini bukan persoalan enteng," ungkapnya.

Dia menambahkan, semestinya hal ini jadi masalah etik. Bagaimana komisioner KPK membiarkan salah satu penyidik mereka dengan status yang tidak menentu. Disebut telah diberhentikan, tapi Kompol Rosa sendiri belum menerima surat pemberitahuan pemberhentian yang dimaksud.

Lebih dari itu tutur Ray, pihak polisi sendiri telah menyatakan membatalkan penarikan yang dimaksud sampai masa tugasnya September 2020. Dia menganggap, begitu kasat mata persoalan ini, tapi entah mengapa belum ada reaksi Dewas KPK hingga saat ini.

"Mereka seolah tutup mata dan telinga akan persoalan yang berhubungan dengan etik Komisioner KPK. Siapa yang bisa dipegang pernyataannya, apakah ketua KPK, pihak kepolisian, wadah pegawai KPK atau Kompol Rosa sendiri. Tak ada reaksi Dewas," kata mantan aktivis 98 itu.

"Sikap diam Dewas ini makin menunjukkan bahwa memang mereka dibentuk bukan dalam rangka memperkuat KPK, menjaga Marwah KPK tapi mungkin jadi jangkar bagi kepentingan elite dan kekuasaan. Miris melihat bahwa orang-orang baik yang penuh integritas di Dewas KPK hanya mampu bersikap diam dalam merespon situasi ini," tandasnya.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.3790 seconds (0.1#10.140)