DPR Belum Terima Draf Omnibus Law yang Dijanjikan Pemerintah

Rabu, 12 Februari 2020 - 09:47 WIB
DPR Belum Terima Draf Omnibus Law yang Dijanjikan Pemerintah
Foto/Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pemerintah menargetkan pembahasan Omnibus Law bisa tuntas dalam waktu sangat singkat hanya 100 hari. Namun, dari empat Rancangan Undang-Undang (RUU) yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020, yakni RUU Cipta Lapangan Kerja, Sistem Perpajakan, Farmasi, dan Ibu Kota Baru, belum satu pun draf diserahkan ke DPR.

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Achmad Baidowi mengatakan, hingga Selasa (11/2/2020) siang, pihaknya belum menerima draf maupun surat presiden (surpres) Omnibus Law.

“Sampai sekarang dari empat RUU itu, kami belum pernah menerima satu pun draf resmi dari pemerintah, termasuk juga surpresnya juga belum. Nggak tahu kalau sore nanti,” ujar Baidowi dalam diskusi Forum Legislasi bertema “RUU Omnibus Law, Manayang Prioritas, Mana yang Pending?” di Media Center Parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin.

Politikus PPP yang akrab disapa Awiek ini mengatakan, DPR sering kali dituding seolah-olah menyembunyikan sesuatu yang tidak ada, padahal memang hingga kini belum menerima draf maupun surpres terkait Omnibus Law. “Segala surat-menyurat itu pasti ke pimpinan DPR, baru didelegasikan dari rapat Bamus, kemudian ke AKD (Alat Kelengkapan Dewan) terkait,” katanya.

Wakil Sekjen PPP ini mengatakan, dalam perdebatan Omnibus Law, DPR selalu menjadi bahan pertanyaan dan sasaran publik. Padahal memang dari pemerintah yang drafnya belum selesai, meski saat ini ada draf terkait Omnibus Law yang sudah beredar ke mana-mana seolah-olah itu menjadi draf resmi.

“Ketika kita konfirmasi, ternyata bukan. Itu draf tanggal sekian yang sempat ramai kemarin itu, yang ada penghapusan sertifikasi halal, ternyata draf bulan berapa gitu ,” katanya.

Karena itu, Awiek meminta agar pemerintah memperbaiki pola komunikasinya. Jika memang belum ada satu kata dalam penyusunan draf terkait Omnibus Law maka harus diupayakan agar tidak bocor kemana-mana supaya tidak menimbulkan prasangka.

“Kami hanya mungkin berpikiran positif bahwa pemerintah dalam menyusun draf itu sudah melibatkan beberapa elemen masyarakat. Tentu tidak semua elemen masyarakat yang dilibatkan, tentu elemen masyarakat yang berkaitan, berkepentingan dengan produk yang mau disusun. Entah itu akademisi, entah itu pekerja,” katanya.

Sementara itu, pakar hukum tata negara Margarito Kamis mengatakan bahwa Omnibus Law hanya akan menguntungkan sebagian kecil rakyat Indonesia, yakni para pemodal saja. Oleh karena itu, supaya publik tidak betul-betul menjadi bodoh maka hal yang perlu dikenali adalah cara berpikir dari seluruh isu yang mau dibuat dalam RUU ini.

Menurutnya, jika selama ini pemerintah selalu berdalih bahwa Omnibus Law diperlukan untuk merangsang pertumbuhan ekonomi dan beragam dalih lainnya, sebenarnya itu merupakan alasan klasik.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.6502 seconds (0.1#10.140)