RUU Cipta Kerja, Stafsus Presiden: Umtuk Sinkronkan Pusat-Daerah

Sabtu, 22 Februari 2020 - 10:31 WIB
RUU Cipta Kerja, Stafsus Presiden: Umtuk Sinkronkan Pusat-Daerah
RUU Cipta Kerja untuk Sinkronkan Pusat dan Daerah Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja tidak bermaksud mengambil kewenangan pemerintah daerah. Kehadiran RUU ini justru akan menyinkronkan kebijakan pemerintah pusat dan daerah.

Hal itu diungkapkan Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Dini Purwono. Menurut Dini, RUU ini memang sengaja dibuat agar ada sinkronisasi antara pemerintah pusat dan daerah. “Tidak ada maksud mau mengambil kewenangan daerah ataupun bersikap otoriter. Bapak (Presiden) mau sinkron,” tandas Dini di Gedung Sekretariat Kabinet, Jakarta, kemarin.

Dia mengatakan, terkait dengan aturan pemecatan kepala daerah yang tidak melaksanakan program strategis nasional sebenarnya sudah diatur di dalam UU pemerintah daerah (pemda). Memang sudah seharusnya kepala daerah mengikuti program nasional.

“Soal aturan pemecatan tidak berbeda dengan UU Pemda. Kepala daerah harus mengikuti program strategis nasional. Jika tidak mengikuti, maka akan ada SP1 dan SP2 oleh mendagri kalau tidak didengar juga bisa ada pemecatan. Itu bukan hal yang baru,” ungkapnya.

Lebih lanjut dia mengatakan bahwa melalui Omnibus Law ini dapat dipastikan bahwa program strategis nasional dapat berjalan dengan baik di daerah. Seperti diketahui, begitu banyak program nasional yang harus dilaksanakan seperti KIP, KIS, Bantuan Nontunai, PKH, dan lainnya.

“Program nasional itu di lapangan, sampai tidak? Kalau tidak sampai, rakyat pasti bilang omong doang. Kepala daerah memang seharusnya in line dengan kebijakan pusat sehingga apa yang ditetapkan pusat tidak terkendala di daerah,” tandasnya.

Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar menyatakan bahwa RUU Cipta Kerja, khususnya di bidang lingkungan hidup dan kehutanan, justru akan sangat berpihak untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Menurut Siti Nurbaya, RUU Cipta Kerja akan menjadi norma hukum yang jadi pegangan bersama. “Mengedepankan sanksi administrasi bukan berarti sanksi pidana hilang seketika. Informasi sepotong tersebut jelas salah karena negara tidak akan lemah pada penjahat lingkungan, justru kita ingin tegas agar lingkungan terjaga dan rakyat sejahtera,” tandas Siti di Jakarta kemarin.

Contoh kecil saja, lanjutnya, kita tidak ingin ada lagi kasus rakyat yang mencari nafkah tanpa merusak hutan justru dikejar-kejar dan ditangkapi. Siti menyatakan, KLHK berkepentingan pada pembahasan RUU Cipta Kerja, terutama pada UU Nomor 41 Tahun 1999, UU Nomor 32 Tahun 2009, dan UU Nomor 18 Tahun 2013.

Pada tiga UU tersebut terdapat pasal yang dilakukan penyesuaian norma, penghapusan norma, dan penambahan norma baru. “Karena masih dalam pembahasan, tentu masih akan sangat terbuka sekali ruang diskusi dan masukan dari semua pihak. Kami terus mengikuti dinamikanya,” paparnya.

Sekjen KLHK Bambang Hendroyono menambahkan, RUU Cipta Kerja bidang LHK merupakan bentuk kehadiran negara dalam menyederhanakan regulasi agar rakyat sekitar hutan bisa sejahtera sekaligus memberikan kepastian penegakan hukum lingkungan tetap berada pada koridor yang tepat.

“Dunia usaha bukan berarti swasta yang besar-besar saja. Rakyat yang menerima hutan sosial juga bagian dari itu. Penegakan hukum lingkungan juga jelas dan terang, tidak dihapus. Jadi tidak benar jika dikatakan RUU ini mengabaikan prinsip lingkungan dan propebisnis besar saja. Justru sebaliknya, RUU ini sangat berpihak pada kesejahteraan rakyat kecil,” paparnya.

Melalui RUU Cipta Kerja ini, lanjutnya, penyederhanaan regulasi akan melindungi semua elemen masyarakat termasuk dunia usaha yang di dalamnya juga ada UMKM. “Regulasi untuk kepentingan rakyat tidak boleh ribet, tapi juga tidak boleh seenaknya, tetap ada aturan hukum yang mengikat. Roh utama RUU Cipta Kerja adalah kehadiran negara untuk kepentingan segenap rakyat Indonesia,” tandasnya.

Menurut Bambang, ada 25.000 desa di seluruh Indonesia yang jutaan masyarakatnya bergantung hidup dari usaha di sekitar dan dalam kawasan hutan. Jutaan rakyat ini harus diberi kepastian hukum dan berusaha sehingga ekonomi kreatif bisa bergerak menyejahterakan rakyat dan hutan tetap lestari karena ada kendali kepastian penegakan hukum lingkungan hidup.

“Melalui Omnibus Law, program Perhutanan Sosial dan TORA akan berlari lebih kencang. UMKM dari kegiatan sekitar hutan akan hidup tanpa mengabaikan prinsip perlindungan hutannya karena sanksi hukum bagi perusak lingkungan tetap ada. Jadi, jangan dikira cukong-cukong dan perusak lingkungan bisa bebas. Itu tidak benar. Justru langkah koreksi yang sudah dilakukan untuk rakyat pada periode pertama lalu kali ini semakin diperkuat oleh RUU Omnibus Law ini,” paparnya.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 5.3050 seconds (0.1#10.140)