Parti Konservatif di Iran Raih Kemenangan dalam Pemilu Parlemen

Selasa, 25 Februari 2020 - 12:17 WIB
Parti Konservatif di Iran Raih Kemenangan dalam Pemilu Parlemen
Aliansi partai-partai berhaluan Konservatif pendukung pemimpin tertinggi Ayatollah Ali Khamenei mendapatkan dukungan luas pada pemilu parlemen. Foto/Istimewa
A A A
TEHERAN - Aliansi partai-partai berhaluan Konservatif pendukung pemimpin tertinggi Ayatollah Ali Khamenei mendapatkan dukungan luas pada pemilu parlemen. Itu berdasarkan perhitungan sementara.

Namun, hasil pemilu parlemen pada Jumat (21/2) lalu belum diumumkan secara resmi. Beberapa hasil awal pemilu yang diumumkan Kementerian Dalam Negeri mengindikasikan loyalis Khamenei diperkirakan akan menguasai parlemen yang beranggotakan 290 kursi.

Reuters melaporkan kubu garis keras berhasil menguasai 178 kursi dari 290 kursi parlemen, independen meraih 43 kursi dan moderat hanya 17 kursi. Di beberapa konstituen, jika kandidat gagal mendapatkan 20% dari suara pemilih, maka pemungutan suara periode kedua akan digelar pada April mendatang.

Khusus di Teheran, dari 30 nama anggota parlemen yang menang ternyata merupakan kelompok garis keras yang dipimpin Mohammad Bagher Qalibaf, yang diperkirakan akan memimpin parlemen mendatang.

“Ketika hasil resmi pemilu parlemen belum diumumkan, sepertinya Konservatif akan menguasai mayoritas parlemen. Itu akan menjadi kemenangan yang signifikan,” kata Abas Aslani, peneliti senior di Centre for Middle East Strategic Studies kepada Al Jazeera.

Aslani mengungkapkan, pemilu kali ini sangat terbentuk untuk beberapa bulan mendatang di mana pemilu presiden akan digelar pada tahun depan. “Kita memiliki sistem kehakiman yang konservatif dan jika parlemen dikuasai Konservatif, saya pikir eksekutif yakni presiden akan semakin sulit melepaskan dari tekanan Konservatif,” katanya.

Hampir separuh dari 16.033 kandidat anggota parlemen yang ikut pemilu dilarang oleh Dewan Penjaga Revolusi, lembaga konservatif yang bisa memveto kebijakan. Sebagian besar kandidat yang tidak lolos adalah kaum moderat dan reformis.

Penguasa Iran yang kerap ditekan Amerika Serikat butuh pemilih yang banyak untuk mengikuti pemilu agar tidak mengurangi reputasi setelah serangkaian demonstrasi pada November silam. Demonstrasi yang dipicu melemahnya ekonomi dan meningkatnya korupsi kerap berakhir dengan kekerasan.

Komisi Pemilu Iran mengumumkan tingkat partisipasi pemilu parlemen hanya 42% dan itu terendah sejak revolusi Islam pada 1979. “Tingkat partisipasi di seluruh negara hanya 42,57%. Di Teheran hanya 25%. Di seluruh Iran hanya 24 juta orang memberikan suara,” kata Menteri Dalam Negeri Iran Abdolreza Rahmani Fazli.

Partisipasi pemilih pada pemilu parlemen pada 2016 mencapai 62%, sedangkan 66% pada 2012. Beberapa laporan menunjukkan partisipasi pemilih mencapai 45% atau terendah sejak 1979. “Pemilu merupakan kewajiban dalam agama,” kata Khamenei

“Jumlah partisipasi warga pada pemilu akan mencapai 50%,” kata juru bicara pengawas Dewan Penjaga, Abbasali Kadkhodai. Dia menambahkan, bangsa Iran kerap mengecewakan para musuhnya dengan jumlah partisipasi yang banyak.

Iran menghadapi isolasi dari panggung global dan perlawanan di dalam negerinya. Pemilu kali ini sepertinya belum bisa mempengaruhi kebijakan luar negeri Iran yang ditentukan oleh Khamenei. “Saya pikir mereka (konservatif) akan mendapatkan dukungan kebijakan pemerintah saat ini,” kata Aslani.

Sebelum pengakuan Iran yang menembak maskapai penerbangan sipil Ukraina hingga menewaskan 176 orang menimbulkan kecaman dunia internasional. Di dalam negeri, pengakuan ini juga memicu demonstrasi besar-besaran. Insiden itu menyebabkan rakyat Iran terpecah menjadi dua, kubu antipemerintah dan para pendukung pemerintah.

Pemimpin gerakan oposisi Iran Green Movement Mehdi Karroubi menyerukan pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei mengundurkan diri karena penembakan pesawat sipil. “Khamenei harus mengundurkan diri,” katanya. Dia menganggap Khamenei sebagai pemimpin yang bertanggung jawab atas penembakan pesawat Ukraina tersebut.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 5.3125 seconds (0.1#10.140)